Pada suatu pagi di dusunku matahari belum sepenuhnya muncul, namun keramaian warga Junggul seakan memecah keheningan pagi itu. Kerumunan warga dusun yang terdiri ibu-ibu sambil menggendong bayinya, anak sekolah yang sudah berseragam lengkap belum memalai sepatu, juga bapak-bapak paruh baya mengenakan balaclava untuk sekedar mengusir dingin. Mereka berkerumun dan saling sapa sekedar menanyakan kabar atau sekedar mengobrol ringan sambil menunggu antrian. Panci ukuran yang dimasukkan kedalam keranjang anyaman bambu tampak mengepulkan asap dari tutup panci yang sedikit terbuka menandakan bubur didalamnya masih panas.
Sementara itu jauh di keheningan dusun, keramaian di pasar yang sejak sebelum subuh sudah gaduh dengan suara deru mesin dan keriuhan pasar seolah menjadi denyut yang tak pernah berhenti. Pasar Bandungan seolah menjadi magnet yang menarik para petani untuk datang pun sejak matahari belum muncul, dipojok pasar terlihat kerumunan para petani dan pedagang yang mencari makanan hangat untuk mengusir dingin pagi itu. Para petani itu terlihat menggendong keranjang anyaman bambu dengan selendangnya, kami menyebut keranjang anyaman bambu ini sebagai tenggok. Perempuan dibelakang meja itu tampak cekatan melayani pesanan pembeli yang semakin banyak. Celemek yang dikenakannya nampak kotor oleh cipratan sambel kacang, menandakan kesibukannya melayani pembeli sudah berlangsung sejak sehabis subuh.
Bandungan berada pada ketinggian 900 m diatas permukaan air laut, berada di dataran tinggi lereng Gunung Ungaran dan merupakan bagian dari Kabupaten Semarang. Bandungan seolah menjadi kota yang tak pernah tidur dengan segala aktivitas manusianya. Kondisi geografis khas pegunungan dengan hawa dingin ini menjadikan makanan hangat adalah menu paling dicari, berbagai kuliner hangat banyak tersedia disini, namun ada satu kuliner favorit yang menjadi most wanted cullinary yaitu bubur opak.
Bubur opak seperti layaknya bubur yang berbahan dasar beras dan santan kelapa, ada berbagai macam jenis bubur di Nusantara ini dengan citarasa dan kombinasi garnish yang beragam untuk menggugah selera. Namun yang membedakan bubur opak dengan bubur pada umumnya adalah cara penyajiannya yang menggunakan alas berupa opak, yaitu kerupuk yang terbuat dari tepung ketela dengan rasa gurih dan tekstur yang keras berfungsi sebagai pengganti piring atau mangkok untuk menyajikan bubur. Semua bahan seperti bubur, rebusan sayuran segar, bakmi goreng, sayur lodeh akan disusun diatas opak kemdian disiram dengan sambel kacang berwarna kecoklatan dengan cita rasa kacang yang kuat. Untuk menikmatinya pembeli akan menyelipkan suru dibawah opak, suru adalah potongan daun pisang dengan lebar antara 4 - 6 cm yang digunakan sebagai pengganti sendok, biasanya dipilih daun pisang yang tua dengan serat tektur daun yang kuat kemudian dilipat pada bagian tengah menjadi dua bagian. Berdasarkan sebuah catatan penelitian medis daun pisang mengandung polifenol dalam jumlah banyak sebagai antioksidan yang dapat mengurangi risiko penyakit jantung, kanker dan penyakit Alzheimer.
Dalam terminologi masyarakat jawa bubur berkaitan erat dengan ritual doa keselamatan, bubur abang putih dalam tradisi jawa digunakan sebagai ubo rampe ketika mengadakan acara slametan atau syukuran keselamatan. Demikian juga dengan tradisi bubur pada masyarakat Melayu di Sumatera Utara mengkhususkan bubur pedas selama bulan puasa, atau tradisi di Masjid Jami Pekojan, Semarang, ada bubur India yang disajikan sebagai menu berbuka puasa. Pada masyarakat Tiongkok mereka juga memiliki tradisi makan bubur ketika perayaan imlek, mereka menyebutnya bubur laba dengan rasa dan variasi yang bermacam-macam.
Pada era 90-an bisa dibilang adalah masa keemasan bubur di Dusun Junggul, kita dengan mudah menemukan penjual bubur dari berbagai penjuru dusun. Aktor-aktor yang berperan didalamnya adalah sebagai berikut:
1. Mbah Jimah (1965 - 1996)
Beliau mengawali berjualan bubur pada awalnya untuk menu sarapan keluarga saja, namun kemudian berkembang dengan membuka gerai dirumahnya. Setiap pagi mulai jam 05.00 WIB Mbah Jimah sudah mulai berjualan, antrian warga akan mencapai puncaknya pada pukul 06.00-06.30 WIB. Terdapat kayu kayu jati berukuran sedang yang digunakan untuk menata dagangannya. Berdasarkan wawancara salah satu cucu beliau Mas Basuki bahwa dulu ketika masih duduk di bangku sekolah dasar Mbah Jimah pernah berjualan bubur di gapura Junggul sekitar tahun 1987. Selain bubur beliau juga menyediakan jenang tradisional berbagai pilihan, jenang candil, jenang mutiara, jenang sumsum, menu andalan lainnya dari lapak Mbah Jimah adalah Kolak Ketan Kinco dan Ketan Srundeng. Ketika beliau meninggal tradisi berjualan bubur dilanjutkan oleh anak dan cucunya.
2. Mbah Tinah (1970 - 2000 )
Mbah Tinah atau biasa dipanggil Mbah Nah, beliau berjualan bubur mulai tahun 1970 dengan menggelar lapak dirumahnya RT 02, pembeli dapat bertransaksi melalui jendela rumah yang juga berfungsi sebagai gerai. Menu khasnya adalah bubur opak dilengkapi bongkho, yaitu kedelai hitam yang ditumbuk agak halus dicampur adonan santan dan kelapa parut kemudian dibungkus dengan daun pisang lalu dikukus, warna daun pisang yang berubah menjadi coklat menjadi indikasi tingkat kematangan bongkho. Terdapat dua jenis pilihan opak yang disajikan yaitu Opak Samier dan Opak Telo, opak samier memliki bentuk bulat sedangkan opak telo berbentuk elips. Tekstur opak samier lebih keras sehingga mampu menahan laju panas dari bubur sedangkan opak telo memiliki tekstur yang mudah patah namun demikian opak telo memiliki rasa yang lebih gurih.
3. Mbah Sumiah (1971)
Lapak beliau dulu berada di samping gapura masuk Dusun Junggul, beliau banyak melayani pembeli dari kalangan pengunjung daerah wisata Bandungan. Menu pilihan yang disajikan beliau adalah bubur opak, bubur pincuk, jenang telo, bakwan goreng dan baceman. Bubur pincuk yang dengan garnish lodeh mapupun pecel yang disiram dengan sambal kacang menjadi menu favorit pembeli, tahu bacem dengan ukuran besar berwarna kecoklatan melengkapi sajian. Harga bubur disini sedikit lebih mahal bagi penduduk dusun karena memang target pasar nya adalah para pelancong, namun nuansa keerabatan dan sayur lodehnya sebanding dengan harganya. Setelah belaiu meninggal sempat tidak ada sanak keluarga yang melanjutkan tradsisi berjualan karena kesibukan, namun saat ini anak beliau Bu Sri Sujiati.
4. Mbah Marni (1976 - 2000)
Pembeli dari lapak Mbah Marni saat itu didominasi oleh para petani dari seputar Ngrekesan dan Legowo, bubur khas dengan pincuk daun pisang dan daun jati ini memiliki harga yang murah. Beliau membuka lapak di rumahnya setiap pagi sampai siang, tidak hanya bubur belaiu juga menggelar danganan jenang dan gorengan. Rumah beliau tepat berada di pinggir jalan utama dusun sehingga merupakan akses utama warga antar dusun. Bubur pincuk dengan suru dapat dinikmati ditempat atau kami menyebutnya ngiras karena sudah disiapkan kursi panjang, dengan ngiras pembeli dapat meminta tambahan ekstra sayur lodeh atau sambel kacang. Tidak jarang para petani akan membungkus bubur dan jenang untuk kerabat dirumah. Bakwan ijo menjadi favorit di lapak ini. Ketika beliau meninggal anaknya Mbak Jum melanjutkan untuk berjualan bubur namun saat ini sudah tidak berjualan lagi.
5. Mbah Kasiyem (1988 - )
Saat itu setiap sore sehabis ashar di RT 04 ramai dengan aktivitas bermain anak-anak yang berlatih menari ataupun Ibu-ibu yang menggendong anaknya sambil momong menyaksikan keriuhan anak-anak. Rumah mbah kasiem memiliki ruang tamu yang luas, ruang tamu berlantai plester gelap itu dijadikan arena berlatih menari ataupun bermain anak-anak. Beliau hanya berjualan setiap sore, dengan ragam dagangan yang tidak terlalu banyak karena memang hanya menyediakan bagi tetangga sekitar. Meskipun tidak terlalu variatif ada menu andalan yang disajikan yaitu bubu jublek, hampir memilki material yang sama dengan bongkho yang terdiri dari kedelai hitam dan parutan kelapa namun jublek memiliki tektur yang cair dan tidak dibungkus dengan daun pisang. Kedelai hitam yang ditumbuk halus ketika dicampur dengan santan dan daun salam akan memiliki warna abu-abu dengan rasa sedap gurih. Para pembeli biasanya membawa piring atau mangkuk dari rumah, sedangkan bagi yang ingin menikmatinya ditempat Mbah Kasiyem menyediakan pincuk dan suru.
6. Makdhe Yamini (1980- )
Setiap jam empat sore Makdhe Yamini sudah bersiap menggelar lapak diteras rumahnya. Sepanci bubur, mihun goreng, bakwan goreng, seplastik opak, bongkho dan sambel kacang tertara rapi dengan tatanan yang tidak pernah berubah. Dulu didepan rumah Makdhe Yamini terdapat lapangan volley yang setiap sore ramai anak muda berlatih bola volley. Suasana dingin jelang sore di dusun menjadikan banyak warga rela berjejalan mengantri bubur hangat dan bakwan goreng. Menu andalan dari lapak Makdhe Yamini adalah bubur pecel yang dilengkapi dengan bakwan suwir kemudian disiram dengambal kacang berlimpah. Jangan kuatir kehausan karena ada dawet anget didalam termos yang siap dinikmati. Sambel kacang Makdhe Yamini memiliki cita rasa tinggi karena dibuat dengan tangan sendiri dengan cara tradisional.
7. Makdhe Sarimah (1989 - )
Beliau meneruskan tradisi berjualan bubur yang sebelumnya dijalankan oleh Mbah Rumi, dengan berjualan bubur di Pasar Bandungan (depan Toko Ijo). Setiap pagi dengan mengusung dagangan dipikul dari rumahnya di RT02 Junggul untuk dibawa ke pasar. Selain bubur opak beliau juga menjual jenang bubur tradisional berbagai pilihan rasa.
8. Mbah Sulasih
9. Mbah Samiyem
Setelah era keemasan tersebut tradisi bubur opak di Dusun Junggul muncul penjual bubur generasi 90an, sebut saja: Mak Ponijem, Mbak Rahayu, Bu Sugi, Mbak Parni, Mbak Eko dan Mbak Susana, mereka tetap setia menyajikan kuliner khas ini ditengah banyaknya pilihan makanan cepat saji yang beragam dan persoalan harga bahan pokok yang terus melambung. Kehadiran bubur opak semoga akan terus berlanjut sehingga kegiatan ekonomi kreatif ini akan terus tumbuh untuk bisa mewariskan nilai-nilai tradisi dan cita rasa untuk anak cucu generasi mendatang. Roda jaman terus berputar, kita tidak mungkin kembali ke masa lalu, yang ada adalah masa depan yang dimulai hari ini.
Nasi sudah menjadi bubur, maka mari kita buat bubur itu semakin sedap.
Liputan NET TV tentang Bubur Opak Bandungan
YOUTUBE
**Ditulis Kang Cholik dibantu Teman-teman Mbangun Deso dan berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar